KATA
PENGANTAR
Assalamu’alaikum
Wr.Wb.
Alhamdulillah, puji syukur Penulis haturkan atas
kemurahan Allah SWT yang telah memberi Rahmat dan Karunia yang tiada terputus
serta yang telah memberi inspirasi kepada Penulis, sehingga makalah Teknologi
Produksi Tanaman yang berjudul “Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Jambu
Mete dapat terselesaikan.
Shalawat dan salam tak lupa penulis sampaikan kepada junjungan besar Nabi
Muhammad SAW.
Dalam Penulisan makalah ini Penulis merasa masih
banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi,
mengingat akan kemampuan yang dimiliki Penulis. Untuk itu kritik dan saran dari
semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Billahi Taufik Walhidayah, Wassalamu’alaikum
Wr. Wb
Tugas :
TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN
“Hama dan penyakit penting pada tanaman jambu
mete
( Anacardium occidentale L )”
Oleh ,
F I T M A N : D1B1
12 067
JURUSAN
AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
HALU OLEO
2014
I. PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Jambu mete (Anacardium
occidentale L.) merupakan salah satu komoditas yang memiliki nilai
strategis dalam pembangunan agribisnis perkebunan. Pangsa pasar kacang mete
masih sangat luas karena Indonesia baru mensuplai 6,30% dari kebutuhan dunia
(Indrawanto, 2005). Oleh karena itu program pengembangan jambu mete diarahkan
pada aspek produktivitas dan agroindustri, yang didukung oleh kemampuan
teknologi untuk meningkatkan produksi, mutu produk baik kebutuhan industri
makanan, kimia, otomotif dan kontruksi serta mampu bersaing di pasar global.
Produksi
jambu mete di Indonesia sampai saat kini masih tergolong rendah yaitu hanya
300–463 kg/ha/tahun (Ditjenbun, 2008). Hal ini terjadi antara lain karena
penggunaan bahan tanaman asalan dan dan gangguan hama penyakit yang bersifat
eksplosif (Amir dkk. 2004). Penggunaan benih unggul bermutu merupakan salah
satu faktor penting dalam produksi tanaman. Benih varietas unggul berperan
tidak hanya sebagai pengantar teknologi juga menentukan batas produktivitas
yang bisa dicapai, kualitas produk yang akan dihasilkan, efisiensi berproduksi,
dan lain-lain. Sekitar 60% dari kenaikan produktivitas tanaman pertanian
didunia, disebabkan oleh perbaikan mutu genetik varietas tanaman. Perbaikan
varietas tanaman telah mengurangi risiko kegagalan hasil karena kekeringan,
gangguan OPT, meningkatkan kandungan nutrisi, meningkatkan daya saing, dan
sebagainya (Baihaki, 2004). Serangan hama merupakan salah satu kendala produksi
pada pertanaman jambu mete di Indonesia. Serangan ini dapat terjadi sejak
tanaman masih di pembibitan sampai tanaman berproduksi, bahkan di gudangpun
masih ada jenis hama yang menyerang. Sebaran dan kerusakan yang ditimbulkan
oleh hama jambu mete belum tercatat dengan baik, karena semula tanaman tersebut
hanya untuk konservasi, tanaman pekarangan atau tanaman sela saja. Perkembangan
15 tahun terakhir, masalah hama menjadi penting untuk diperhatikan, karena
jambu mete ditanam secara monokultur dan padan areal yang luas.
Peningkatan
luas areal pertanaman jambu mete tersebut juga diikuti oleh peningkatan jumlah
luas serangan hama jambu mete. Beberapa hama yang merugikan antara lain: Cricula
trifenestrata (Lepidoptera : Saturniidae), Nepoptheryx sp.
(Lepidoptera : Pyralidae), Helopeltis sp. (Hemiptera : Miridae), Acrocercops
sp. (Lepidoptera : Gracilariidae), Lawana sp. (Homoptera :
Flatidae), Aphis sp. (Homoptera : Aphididae), Ferrisia virgata (Homoptera
: Coccidae), Sanurus indecora Jacobi (Homoptera : Flatidae), dan Thrips
sp. (Thysanoptera : Thripidae) (Rahardjo et al., 2004; Supeno,
2004c) Sebagian besar hama wereng (planthoppers) merupakan hama yang
menimbulkan kerugian ekonomi yang tinggi pada inang yang diserangnya.
Berdasarkan
fenomena yang ditemukan di alam diketahui bahwa populasi serangga pada
pertanaman selalu berfluktuasi dalam keadaan stabil. Banyak sekali faktor yang
mempengaruhi kesinambungan populasi ini di alam serta sangat kompleks. Namun
secara umum faktor tersebut dapat dikelompokkan menjadi faktor biotik dan
abiotik. Apabila pada suatu saat kelimpahan populasi terus bertambah dan
terjadi ledakan serangan suatu hama, berarti ada satu atau dua faktor yang
tidak dapat bekerja lagi karena perilaku manusia atau faktor lain.
B. Tujuan
Tujuan dari makalah ini yaitu untuk memenuhi salah
satu tugas mata kuliah teknologi produksi tanaman dan meningkatkan pemahaman
mahasiswa mengenai jenis hama yang
menyerang tanaman jambu serta cara pengendalianya dan jenis penyakit yang menyerang tanaman
jambu mete serta cara
pengendalianya.
II. ISI
1.
Hama Pada Tanaman Jambu Mete
A. Wereng Pucuk (sanurus
indecora)
Hama tanaman adalah semua organisme atau binatang yang karena
aktivitas hidupnya merusak tanaman sehingga menimbulkan kerugian ekonomi bagi
manusia.
Wereng pucuk (sanurus
indecora) adalah serangga hama yang mengalami metamorfosis tidak sempurna, yaitu
telur, nimfa dan imago. Telur berwarna putih, diletakkan secara berkelompok
pada permukaan bawah daun, tangkai daun atau tangkai pucuk dan ditutupi lapisan
lilin. Nimfa juga dilapisi lilin berwarna putih. Imago berwarna putih, putih
kemerahan atau hijau pucat. Nimfa dan imago tidak aktif bergerak, tetapi akan meloncat
bila diganggu. Gambar hama wereng
pucuk (sanurus indecora)
dapat dilihat pada gambar sebagai berikut :
Gejala serangan wereng pucuk mete (Sanurus indecora) yaitu nimfa dan imago menyerang tanaman dengan
cara menusuk dan mengisap cairan tanaman. Pada pucuk dan tangkai bunga, bekas
serangan berupa titik-titik hitam agak menonjol seperti bisul dan bila dibelah
akan terlihat tusukan tersebut mencapai floem dan xilem. Akibatnya aliran zat
hara menuju bunga terganggu, ketika populasi tinggi, serangan pada tangkai
bunga yang diserang mengakibatkan bagian bunga tersebut mengering sehingga
bunga gagal menjadi buah. Selain itu, permukaan daun banyak ditumbuhi cendawan
jelaga karena adanya embun madu yang dihasilkan hama tersebut.
Kerugian akibat serangan wereng pucuk mete
yaitu gelondong jambu mete yang sehat (tidak terserang) berbeda dengan yang
terserang. Gelondong sehat terlihat bersih, mengkilat dan berukuran normal.
Gelondong yang terserang umumnya juga berukuran normal, tetapi kotor, kusam dan
lengket jika dipegang karena ditumbuhi embun jelaga. Akibatnya, harga gelondong
tidak sehat lebih murah dari pada gelondong sehat dan dapat mencapai separuh
dari harga yang normal. Pada tanaman jambu mete yang pernah terserang wereng
pucuk persentase bunga menjadi buah lebih rendah dibandingkan dengan tanaman
yang belum pernah terserang hama tersebut. Kerugian akibat serangan-nya
menurunkan hasil sampai 57,83% (Mardiningsih et al., 2004). Gambar
tanaman jambu mete yang terserang wereng pucuk (sanurus indecora) yaitu sebagai berikut :
Untuk
mengetahui adanya serangan hama ini dapat dilakukan monitoring dengan mengamati
tanaman jambu mete. Adanya serangan hama ini dapat dikenali dengan adanya
serangga berbentuk seperti kupu-kupu yang hinggap pada tanaman secara
berkelompok/berjejer. Serangga pra-dewasa berlilin sehingga bagian tanaman yang
terserang terdapat lapisan lilin berwarna putih. Bila sebelum pembentukan bunga
ditemukan serangan hama ini maka hendaknya diwaspadai karena akan menyebabkan
kerugian hasil yang berarti.
Pengendalian yang dapat dilakukan yaitu berupa :
1. Pengendalian
Secara Fisik/Mekanik
Bila serangga pradewasa dan serangga dewasa belum ada, dapat
dilakukan dengan mengamati keberadaan telurnya. Telur S. indecora dapat
ditemukan di bawah atau di atas permukaan daun dan pucuk daun. Telur diletakkan
dalam bentuk kelompok yang ditutupi lapisan lilin berwarna putih
kekuning-kuningan. Telur yang baru diletakkan berwarna putih, mendekati menetas
berwarna kuning kecoklat-coklatan. Telur-telur ini hendaknya dikumpulkan dan
di-musnahkan.
2. Secara Kimiawi
Pengendalian secara kimiawi dapat dilakukan dengan menggunakan
insektisida nabati dan insektisida sintetik. Insektisida nabati yang dapat
digunakan dan banyak terdapat di Nusa Tenggara Barat ialah mimba. Ekstrak air
sederhana dapat dibuat dengan menggiling biji mimba sampai halus kemudian
direndam satu malam ke dalam air, diaduk-aduk, disaring dan disemprotkan pada
tanaman. Konsen-trasi mimba yang digunakan ialah 250 g biji per satu liter air.
Penggunaan insektisida sintetik dilakukan sebagai alternatif terakhir mengingat
peng-gunaannya bila tidak bijaksana dapat menimbulkan berbagai dampak negatif.
Insektisida berbahan aktif lamda sihalotrin dengan dosis 0,5 ml/l efektif
mengendalikan hama ini.
3. Secara Hayati
Pengendalian secara hayati dengan menggunakan
musuh alami dapat dilakukan dengan :
A. Cendawan Patogen Serangga
Cendawan patogen serangga yang dapat digunakan untuk mengendalikan S.
indecora ialah Synnematium sp. Dari hasil penelitian konsentrasi Synnematium
sp. 20g/l air dapat menurunkan populasi S. indecora (Karmawati et
al., 2004). Dalam penyemprotannya di lapang, cendawan dalam media jagung
atau beras dihancurkan, dimasukkan ke dalam wadah yang berisi air, disaring dan
dimasukkan ke dalam sprayer dan disemprotkan pada tanaman. Penyem-protan
hendaknya dilakukan pada sore hari karena pada saat itu kelembaban sudah tidak
rendah dan suhu tidak tinggi.
b. Parasitoid
Parasitoid yang potensial untuk mengendalikan S. indecora ialah
Aphanomerus sp. (Hymenoptera: Platygasteridae) yang menyerang
telur. Parasitoid memasukkan ovipositornya untuk meletakkan telur ke dalam
telur S. indecora. Telur parasitoid menetas dan larva berkembang di
dalam telur S. indecora hingga berpupa dan keluar dari telur S.
indecora setelah menjadi dewasa. Parasitoid dewasa berukuran panjang
sekitar 1 mm dan berwarna merah. Di lapang daya parasitasi Aphanomerus sp.
mencapai 93,2% (56 kelompok telur terparasit dari 60 kelompok telur yang
diamati). Daya parasitasi di laboratorium mencapai 77,2 dan 83,3%. SUPENO (2004b)
melaporkan bahwa ada lima pemangsa telur S. indecora, yaitu
Coccinellidae, Chrysopidae, Plastygastridae, Pipunclinidae, dan Mantidae.
B. Kepik Penghisap (Helopeltis Antonii)
Helopeltis antonii merupakan hama yang paling cepat menimbulkan
kerugian dan mempunyai kisaran tanaman inang yang sangat luas. Tercatat lebih
dari 35 spesies dari 24 famili tumbuhan yang merupakan inangnya, antara lain :
teh, kakao, jambu mete, kina, jambu, mangga, sirsak, bougenville dan beberapa
jenis gulma (Siswanto et al., 2006). Helopeltis
antonii mempunyai ciri-ciri yaitu
bewarna coklat kehitaman, panjang tubuh 4,5 – 6,0 mm, pada bagian toraks
terdapat tonjolan seperti jarum pentul, antenanya 4 ruas dan panjangnya dua
kali panjang tubuhnya. Hama ini mengalami metamorfosis tidak sempurna,
yaitu dari telur kemudian menjadi nimfa dan dewasa.
Nimfa
dan imago mengisap cairan tumbuhan pada pucuk muda, tunas, bunga, gelondong dan
buah muda. Air liurnya sangat beracun dan tempat yang terkena menjadi melepuh
dan bewarna coklat tua. Buah yang terserang berbecak hitam. Serangan pada pucuk
dapat mengakibatkan gugur pucuk dan daun muda yang terserang menjadi kering dan
mengakibatkan mati pucuk. Bunga-bunga yang terserang menjadi hitam dan mati,
kadangkala bekas tusukan serangga ditandai oleh keluarnya gum.
Gejala serangan kepik pengisap (Helopeltis antonii) adalah pada pucuk ditandai dengan adanya
bercak hitam yang mengering, akibatnya pucuk mati. Tangkai daun terdapat bercak-bercak hitam tidak merata, daun dan ranting segera mengering diikuti
dengan gugurnya daun. Serangan pada bunga atau buah muda menyebabkan gugur sebelum waktunya. Berikut merupakan gejala serangan dari helioptis antonii. :
Kerusakan
akibat serangan Helopeltis spp. dapat mencapai 60%. Kerugian akan lebih
besar lagi bila serangan Helopeltis spp. diikuti dengan infeksi patogen
tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa luka akibat tusukan Helopeltis spp.
akan memudahkan infeksi jamur Pestalotiopsis sp. yang secara alami
merupakan patogen sekunder yang hanya dapat menyerang tanaman dalam kondisi
lemah atau luka.
Pengendalian yang dapat dilakukan yaitu dengan cara sebagai berikut :
1. Pengendalian secara mekanis
Pengendalian
secara mekanis dapat dilakukan dengan cara menangkap Helopeltis antonii dan
penyelubungan buah dengan kantong plastik atau ditangkap menggunakan jaring dan
dimusnahkan.
2. Pengendalian secara kultur teknis
Pengendalian
secara kultur teknis dapat
dilakukan dengan cara pemupukan yang
tepat dan teratur, pemangkasan dan sanitasi tanaman inang. Selain itu Peranan
tanaman sela di antara jambu mete dan adanya serasah disebutkan pula oleh
Soebandrijo (2004) dapat meningkatkan populasi parasit. Adanya tanaman sela
menyebabkan tanaman jambu mete lebih terpelihara dan bersih dari gulma-gulma
berdaun lebar terutama sintrong dan Ageratum sp. yang merupakan inang
alternatif bagi Helopeltis.
3.
Pengendalian secara
hayati
Pengendalian
secara hayati dapat dilakukan
dengan cara memanfaatkan musuh
alami khususnya Beauveria bassiana.
4.
Pengendalian secara kimiawi
Pengendalian
secara kimiawi dapat dilakukan dengan cara menggunakan jenis insektisida yang
mengandung bahan aktif siflutrin, tiodikarb, asefat, sipermetrin, dekametrin,
metomil dan formation yang dapat menekan perkembangan hama Helopeltis antonii.
2. Penyakit pada Tanaman Jambu Mete
1.
Jamur
Akar Putih (JAP)
Penyakit
jamur akar putih disebabkan oleh Rigidoporus lignosus. Penyakit ini
dapat menyerang tanaman mulai dari pembibitan sampai tanaman dewasa. Gejala
penyakit : Tajuk daun berwarna pucat, kuning dan kusam, akhirnya kering dan
gugur, sehingga tajuk tanaman tinggal rantingnya saja. Bila perakaran dibuka,
terlihat permukaan akar ditumbuhi miselium jamur atau rhizomorf berwarna putih
yang akan berubah menjadi kuning gading. Untuk mendeteksi adanya serangan JAP
ini, dapat,dilakukan dengan menutup leher akar tanaman dengan serasah (mulsa).
Menurut
perkembangan gejala tersebut dapat dibagi 3 tingkatan:
a. Tingkat I :
Belum terlihat gejala pada tajuk, tetapi pada leher akar
sudah terdapat
rhizomorf.
b. Tingkat II :
Sudah terlihat gejala pada tajuk, kulit akar sebagian kecil
telah membusuk.
c. Tingkat III
: Tajuk mulai menipis, kulit dan kayu akar sebagian besar
mulai membusuk.
d. Tingkat IV :
Tanaman mati, akar membusuk
Pengendalian
: Pada areal baru (pembukaan lahan baru) dilakukan rangkaian tindakan sebagai
berikut: Eradikasi akar- akar tanaman yang berkayu, penanaman bibit yang sehat
dan perlakuan tanaman/bibit dengan biofungisida. Sedang pada areal pertanaman
dilakukan rangkaian tindakan sebagai berikut: perbaikan kultur teknis,
pengamatan/pemantauan secara dini, pemotongan/sanitasi akar sakit, perlakuan
biofungisida/hayati dan perlakuan fungisida/kimiawi
Tanaman
jambu mete yang terserang Jamur Akar Putih
2. Bercak Daun (Anthracnosa)
Gambar.
Tanaman jambu yang terserang penyakit bercak daun
Penyakit
bercak daun disebabkan oleh Colletotrichum gloeosporioides Penyakit ini
juga dapat menimbulkan mati pucuk (die back), selain itu juga menyerang daun
muda (bercak daun), bunga, buah dan biji. Gejala penyakit :pada awalnya
terlihat berair berwarna merah kecoklatan dengan halo (lingkaran keliling)
warna kuning disekitar bercak yang akan terus meluas dan bagian yang terserang
menjadi berbintik kecil-kecil. Daun yang muda akan mengerut, biji dan
buah akan lapuk dan keriput, bunga menjadi hitam dan gugur. Kematian pucuk yang
berlangsung terus menerus selama beberapa tahun mengakibatkan gejala kerdil dan
akhirnya tanaman mati.
Pengendalian
dapat dilakukan dengan tindakan kultur teknis dan penyemprotan fungisida. Cara
kultur teknis yaitu dengan cara mengurangi kelembaban udara di kebun, pemupukan
yang optimal dan pangkasan sanitasi, Penyemprotan fungisida yang berbahan aktif
zinc.
III. PENUTUP
A.
Simpulan
Berdasarkan pembahasan dan beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa:
1.
Jambu mete (Anacardium occidentale L) merupakan salah
satu tanaman perkebunan yang bernilai ekonomi tinggi dan sebagai sumber devisa.
Tanaman jambu mete (Anacardium
occidentale L.) merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis yang
dapat meningkatkan pendapatan petani terutama di lahan-lahan marginal yang
banyak terdapat di Kawasan Indonesia Timur seperti NTB, NTT, Sulawesi Tenggara,
Sulawesi Selatan, Maluku dan Bali.
2. Jenis
hama yang menyerang tanaman
jambu mete diantaranya: wereng pucuk (Sanurus indecora) dan kepik penghisap (Helopeltis
antonii).
3. Jenis penyakit yang menyerang tanaman jambu mete
diantaranya: penyakit jamur akar
putih (JAP) disebabkan oleh Rigidoporus lignosus dan bercak daun
(Anthracnosa) yang disebabkan oleh Colletotrichum gloeosporioides.
DAFTAR
PUSTAKA
Amir, A.M., E.
Karmawati dan Hadad EA. 2004. Evaluasi ketahanan beberapa aksesi jambu mete (Anacardium
occidentale L.) terhadap hama Helopeltis antonii Sign (Hemiptera:
Miridae). Jurnal Penelitian Tanaman lndustri IV (10): 149-153.
Baihaki, A.
2004. Mengantisipasi Persaingan dalam Menuju Swasembada Varietas Unggul.
Simposium Peripi 2004. Balittro, 5-7 Agustus. 17 hal.
Ditjenbun,
2007. Statistik Perkebunan Indonesia 2006. Jambu mente. Ditjenbun Jakarta.52
hal. Diperta Kabupaten Muna, 2009).
Indrawanto, C,
E. Mujono, R. Zaubin dan I. Sriwulan. 2005. Perspektif perkembangan pemasarana
dan pasca panen jambu mente. Warta Litbang tan industri. Puslitbangbun. Bogor
:12-14
Mardiningsih, T.L., I.M. Trisawa, A.M. Amir, I.G.N.R. Purnayasa, C.
Sukmana, T.E. Wahyono dan E. Sugandi, 2004. Bioekologi dan pengaruh serangan Sanurus
indecora terhadap kehilangan hasil jambu mete. Laporan hasil penelitian tahun
anggaran 2003. Jurnal Penelitian Tanaman Industri 10 (3): 112 – 117.
Mataram. 52 p.Karmawati, E & T.L. Mardiningsih. 2005.
Hama Helopeltis Pada Jambu Mete dan Pengendaliannya. Perkebunan Teknologi
Tanaman Rempah dan Obat. http://Budidaya-Desa.blogspot.com/2014/09/Hama-Penyakit-Jambu-Mete.Html.
Diakses pada tanggal 6 Oktober 2014.
Rahardjo, S., H. Haryanto, S. Sugiono, Dan G.N.R. Purnayasa, 2004.
Monitoring Suksesi Berikut Urutan Dominasi Hama Utama Mete dan MusuhAlami
sebagai Dasar Pelaksanaan Pengendalian Hama di NTB. Laporan Penelitian,
Universitas
Siswanto, E.A. Wikardi, Wiratno dan E. Karmawati. 2006.
Identifikasi wereng pucuk jambu mete, Sanurus indecora dan beberapa aspek
biologinya. Jurnal Littri 9 (4) : 157 – 161.
Soebandrijo, 2003. Pengendalian hama terpadu dan prospeknya
terhadap produksi dan pendapatan petani kapas. Bahan Orasi Pengukuhan Ahli
Peneliti Utama. Badan Litbang Pertanian. 69 hal.
SUPENO, B. 2004b. Parasitoid yang berasosiasi dengan wereng jambu
mete (Sanurus indecora Jacobi) di perkebunan jambu mete Lombok Utara.
Agroteksos, Juli 2004. 14(2).
__Salam kehidupan__
006_Generations