Senin, 11 Mei 2015

ama dan penyakit penting pada tanaman jambu mete ( Anacardium occidentale L )” _ Created by : Fitman



KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Alhamdulillah, puji syukur Penulis haturkan atas kemurahan Allah SWT yang telah memberi Rahmat dan Karunia yang tiada terputus serta yang telah memberi inspirasi kepada Penulis, sehingga makalah Teknologi Produksi Tanaman yang berjudul “Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Jambu Mete dapat terselesaikan. Shalawat dan salam tak lupa penulis sampaikan kepada junjungan besar Nabi Muhammad SAW.
Dalam Penulisan makalah ini Penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki Penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Billahi Taufik Walhidayah, Wassalamu’alaikum Wr. Wb











Tugas :
TEKNOLOGI  PRODUKSI  TANAMAN

“Hama dan penyakit penting pada tanaman jambu mete  
( Anacardium occidentale L )”


                    
 








Oleh ,


F I T M A  N        :        D1B1 12 067







JURUSAN AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

2014











I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
 Jambu mete (Anacardium occidentale L.) merupakan salah satu komoditas yang memiliki nilai strategis dalam pembangunan agribisnis perkebunan. Pangsa pasar kacang mete masih sangat luas karena Indonesia baru mensuplai 6,30% dari kebutuhan dunia (Indrawanto, 2005). Oleh karena itu program pengembangan jambu mete diarahkan pada aspek produktivitas dan agroindustri, yang didukung oleh kemampuan teknologi untuk meningkatkan produksi, mutu produk baik kebutuhan industri makanan, kimia, otomotif dan kontruksi serta mampu bersaing di pasar global.
Produksi jambu mete di Indonesia sampai saat kini masih tergolong rendah yaitu hanya 300–463 kg/ha/tahun (Ditjenbun, 2008). Hal ini terjadi antara lain karena penggunaan bahan tanaman asalan dan dan gangguan hama penyakit yang bersifat eksplosif (Amir dkk. 2004). Penggunaan benih unggul bermutu merupakan salah satu faktor penting dalam produksi tanaman. Benih varietas unggul berperan tidak hanya sebagai pengantar teknologi juga menentukan batas produktivitas yang bisa dicapai, kualitas produk yang akan dihasilkan, efisiensi berproduksi, dan lain-lain. Sekitar 60% dari kenaikan produktivitas tanaman pertanian didunia, disebabkan oleh perbaikan mutu genetik varietas tanaman. Perbaikan varietas tanaman telah mengurangi risiko kegagalan hasil karena kekeringan, gangguan OPT, meningkatkan kandungan nutrisi, meningkatkan daya saing, dan sebagainya (Baihaki, 2004). Serangan hama merupakan salah satu kendala produksi pada pertanaman jambu mete di Indonesia. Serangan ini dapat terjadi sejak tanaman masih di pembibitan sampai tanaman berproduksi, bahkan di gudangpun masih ada jenis hama yang menyerang. Sebaran dan kerusakan yang ditimbulkan oleh hama jambu mete belum tercatat dengan baik, karena semula tanaman tersebut hanya untuk konservasi, tanaman pekarangan atau tanaman sela saja. Perkembangan 15 tahun terakhir, masalah hama menjadi penting untuk diperhatikan, karena jambu mete ditanam secara monokultur dan padan areal yang luas.
Peningkatan luas areal pertanaman jambu mete tersebut juga diikuti oleh peningkatan jumlah luas serangan hama jambu mete. Beberapa hama yang merugikan antara lain: Cricula trifenestrata (Lepidoptera : Saturniidae), Nepoptheryx sp. (Lepidoptera : Pyralidae), Helopeltis sp. (Hemiptera : Miridae), Acrocercops sp. (Lepidoptera : Gracilariidae), Lawana sp. (Homoptera : Flatidae), Aphis sp. (Homoptera : Aphididae), Ferrisia virgata (Homoptera : Coccidae), Sanurus indecora Jacobi (Homoptera : Flatidae), dan Thrips sp. (Thysanoptera : Thripidae) (Rahardjo et al., 2004; Supeno, 2004c) Sebagian besar hama wereng (planthoppers) merupakan hama yang menimbulkan kerugian ekonomi yang tinggi pada inang yang diserangnya.
Berdasarkan fenomena yang ditemukan di alam diketahui bahwa populasi serangga pada pertanaman selalu berfluktuasi dalam keadaan stabil. Banyak sekali faktor yang mempengaruhi kesinambungan populasi ini di alam serta sangat kompleks. Namun secara umum faktor tersebut dapat dikelompokkan menjadi faktor biotik dan abiotik. Apabila pada suatu saat kelimpahan populasi terus bertambah dan terjadi ledakan serangan suatu hama, berarti ada satu atau dua faktor yang tidak dapat bekerja lagi karena perilaku manusia atau faktor lain.

B. Tujuan
Tujuan dari makalah ini yaitu untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah teknologi produksi tanaman dan meningkatkan pemahaman mahasiswa mengenai jenis hama yang menyerang tanaman jambu serta cara pengendalianya dan jenis penyakit yang menyerang tanaman jambu mete serta cara pengendalianya.









II. ISI
1. Hama Pada Tanaman Jambu Mete
A. Wereng Pucuk (sanurus indecora)
Hama tanaman adalah semua organisme atau binatang yang  karena aktivitas hidupnya merusak tanaman sehingga menimbulkan kerugian ekonomi bagi manusia.


 
           


Wereng pucuk (sanurus indecora) adalah serangga hama yang mengalami metamorfosis tidak sempurna, yaitu telur, nimfa dan imago. Telur berwarna putih, diletakkan secara berkelompok pada permukaan bawah daun, tangkai daun atau tangkai pucuk dan ditutupi lapisan lilin. Nimfa juga dilapisi lilin berwarna putih. Imago berwarna putih, putih kemerahan atau hijau pucat. Nimfa dan imago tidak aktif bergerak, tetapi akan meloncat bila diganggu. Gambar hama wereng pucuk (sanurus indecora) dapat dilihat pada gambar sebagai berikut :







 


           


Gejala serangan wereng pucuk mete (Sanurus indecora) yaitu nimfa dan imago menyerang tanaman dengan cara menusuk dan mengisap cairan tanaman. Pada pucuk dan tangkai bunga, bekas serangan berupa titik-titik hitam agak menonjol seperti bisul dan bila dibelah akan terlihat tusukan tersebut mencapai floem dan xilem. Akibatnya aliran zat hara menuju bunga terganggu, ketika populasi tinggi, serangan pada tangkai bunga yang diserang mengakibatkan bagian bunga tersebut mengering sehingga bunga gagal menjadi buah. Selain itu, permukaan daun banyak ditumbuhi cendawan jelaga karena adanya embun madu yang dihasilkan hama tersebut.
Kerugian akibat serangan wereng pucuk mete yaitu gelondong jambu mete yang sehat (tidak terserang) berbeda dengan yang terserang. Gelondong sehat terlihat bersih, mengkilat dan berukuran normal. Gelondong yang terserang umumnya juga berukuran normal, tetapi kotor, kusam dan lengket jika dipegang karena ditumbuhi embun jelaga. Akibatnya, harga gelondong tidak sehat lebih murah dari pada gelondong sehat dan dapat mencapai separuh dari harga yang normal. Pada tanaman jambu mete yang pernah terserang wereng pucuk persentase bunga menjadi buah lebih rendah dibandingkan dengan tanaman yang belum pernah terserang hama tersebut. Kerugian akibat serangan-nya menurunkan hasil sampai 57,83% (Mardiningsih et al., 2004). Gambar tanaman jambu mete yang terserang wereng pucuk (sanurus indecora) yaitu sebagai berikut :




 





            Untuk mengetahui adanya serangan hama ini dapat dilakukan monitoring dengan mengamati tanaman jambu mete. Adanya serangan hama ini dapat dikenali dengan adanya serangga berbentuk seperti kupu-kupu yang hinggap pada tanaman secara berkelompok/berjejer. Serangga pra-dewasa berlilin sehingga bagian tanaman yang terserang terdapat lapisan lilin berwarna putih. Bila sebelum pembentukan bunga ditemukan serangan hama ini maka hendaknya diwaspadai karena akan menyebabkan kerugian hasil yang berarti.  Pengendalian yang dapat dilakukan yaitu berupa :

 1. Pengendalian Secara Fisik/Mekanik

Bila serangga pradewasa dan serangga dewasa belum ada, dapat dilakukan dengan mengamati keberadaan telurnya. Telur S. indecora dapat ditemukan di bawah atau di atas permukaan daun dan pucuk daun. Telur diletakkan dalam bentuk kelompok yang ditutupi lapisan lilin berwarna putih kekuning-kuningan. Telur yang baru diletakkan berwarna putih, mendekati menetas berwarna kuning kecoklat-coklatan. Telur-telur ini hendaknya dikumpulkan dan di-musnahkan.

2. Secara Kimiawi
Pengendalian secara kimiawi dapat dilakukan dengan menggunakan insektisida nabati dan insektisida sintetik. Insektisida nabati yang dapat digunakan dan banyak terdapat di Nusa Tenggara Barat ialah mimba. Ekstrak air sederhana dapat dibuat dengan menggiling biji mimba sampai halus kemudian direndam satu malam ke dalam air, diaduk-aduk, disaring dan disemprotkan pada tanaman. Konsen-trasi mimba yang digunakan ialah 250 g biji per satu liter air. Penggunaan insektisida sintetik dilakukan sebagai alternatif terakhir mengingat peng-gunaannya bila tidak bijaksana dapat menimbulkan berbagai dampak negatif. Insektisida berbahan aktif lamda sihalotrin dengan dosis 0,5 ml/l efektif mengendalikan hama ini.

3. Secara Hayati

Pengendalian secara hayati dengan menggunakan musuh alami dapat dilakukan dengan :
A. Cendawan Patogen Serangga

Cendawan patogen serangga yang dapat digunakan untuk mengendalikan S. indecora ialah Synnematium sp. Dari hasil penelitian konsentrasi Synnematium sp. 20g/l air dapat menurunkan populasi S. indecora (Karmawati et al., 2004). Dalam penyemprotannya di lapang, cendawan dalam media jagung atau beras dihancurkan, dimasukkan ke dalam wadah yang berisi air, disaring dan dimasukkan ke dalam sprayer dan disemprotkan pada tanaman. Penyem-protan hendaknya dilakukan pada sore hari karena pada saat itu kelembaban sudah tidak rendah dan suhu tidak tinggi.

b. Parasitoid

Parasitoid yang potensial untuk mengendalikan S. indecora ialah Aphanomerus sp. (Hymenoptera: Platygasteridae) yang menyerang telur. Parasitoid memasukkan ovipositornya untuk meletakkan telur ke dalam telur S. indecora. Telur parasitoid menetas dan larva berkembang di dalam telur S. indecora hingga berpupa dan keluar dari telur S. indecora setelah menjadi dewasa. Parasitoid dewasa berukuran panjang sekitar 1 mm dan berwarna merah. Di lapang daya parasitasi Aphanomerus sp. mencapai 93,2% (56 kelompok telur terparasit dari 60 kelompok telur yang diamati). Daya parasitasi di laboratorium mencapai 77,2 dan 83,3%.  SUPENO (2004b) melaporkan bahwa ada lima pemangsa telur S. indecora, yaitu Coccinellidae, Chrysopidae, Plastygastridae, Pipunclinidae, dan Mantidae.

 B. Kepik Penghisap (Helopeltis Antonii)


 







 Helopeltis antonii  merupakan hama yang paling cepat menimbulkan kerugian dan mempunyai kisaran tanaman inang yang sangat luas. Tercatat lebih dari 35 spesies dari 24 famili tumbuhan yang merupakan inangnya, antara lain : teh, kakao, jambu mete, kina, jambu, mangga, sirsak, bougenville dan beberapa jenis gulma (Siswanto et al., 2006). Helopeltis antonii mempunyai ciri-ciri yaitu bewarna coklat kehitaman, panjang tubuh 4,5 – 6,0 mm, pada bagian toraks terdapat tonjolan seperti jarum pentul, antenanya 4 ruas dan panjangnya dua kali panjang tubuhnya. Hama ini mengalami metamorfosis tidak sempurna, yaitu dari telur kemudian menjadi nimfa dan dewasa.
Nimfa dan imago mengisap cairan tumbuhan pada pucuk muda, tunas, bunga, gelondong dan buah muda. Air liurnya sangat beracun dan tempat yang terkena menjadi melepuh dan bewarna coklat tua. Buah yang terserang berbecak hitam. Serangan pada pucuk dapat mengakibatkan gugur pucuk dan daun muda yang terserang menjadi kering dan mengakibatkan mati pucuk. Bunga-bunga yang terserang menjadi hitam dan mati, kadangkala bekas tusukan serangga ditandai oleh keluarnya gum.
Gejala serangan kepik pengisap (Helopeltis antonii)  adalah pada pucuk ditandai dengan adanya bercak hitam yang mengering, akibatnya pucuk mati. Tangkai daun terdapat bercak-bercak hitam tidak merata,  daun dan ranting segera mengering diikuti dengan gugurnya daun. Serangan pada bunga atau buah muda menyebabkan gugur sebelum waktunya. Berikut merupakan gejala serangan dari helioptis antonii. :




 





Kerusakan akibat serangan Helopeltis spp. dapat mencapai 60%. Kerugian akan lebih besar lagi bila serangan Helopeltis spp. diikuti dengan infeksi patogen tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa luka akibat tusukan Helopeltis spp. akan memudahkan infeksi jamur Pestalotiopsis sp. yang secara alami merupakan patogen sekunder yang hanya dapat menyerang tanaman dalam kondisi lemah atau luka.
Pengendalian yang dapat dilakukan yaitu dengan cara sebagai berikut :
1.    Pengendalian secara mekanis
Pengendalian secara mekanis dapat dilakukan dengan cara menangkap Helopeltis antonii dan penyelubungan buah dengan kantong plastik atau ditangkap menggunakan jaring dan dimusnahkan.
2.    Pengendalian secara kultur teknis
Pengendalian secara kultur teknis dapat dilakukan dengan cara pemupukan yang tepat dan teratur, pemangkasan dan sanitasi tanaman inang.  Selain itu Peranan tanaman sela di antara jambu mete dan adanya serasah disebutkan pula oleh Soebandrijo (2004) dapat meningkatkan populasi parasit. Adanya tanaman sela menyebabkan tanaman jambu mete lebih terpelihara dan bersih dari gulma-gulma berdaun lebar terutama sintrong dan Ageratum sp. yang merupakan inang alternatif  bagi Helopeltis.
3.    Pengendalian secara hayati
Pengendalian secara hayati dapat dilakukan dengan cara memanfaatkan musuh alami khususnya Beauveria bassiana.
4.    Pengendalian secara kimiawi
Pengendalian secara kimiawi dapat dilakukan dengan cara menggunakan jenis insektisida yang mengandung bahan aktif siflutrin, tiodikarb, asefat, sipermetrin, dekametrin, metomil dan formation yang dapat menekan perkembangan hama Helopeltis antonii.

2. Penyakit pada Tanaman Jambu Mete

1.    Jamur Akar Putih (JAP)
Penyakit jamur akar putih disebabkan oleh Rigidoporus lignosus. Penyakit ini dapat menyerang tanaman mulai dari pembibitan sampai tanaman dewasa. Gejala penyakit : Tajuk daun berwarna pucat, kuning dan kusam, akhirnya kering dan gugur, sehingga tajuk tanaman tinggal rantingnya saja. Bila perakaran dibuka, terlihat permukaan akar ditumbuhi miselium jamur atau rhizomorf berwarna putih yang akan berubah menjadi kuning gading. Untuk mendeteksi adanya serangan JAP ini, dapat,dilakukan dengan menutup leher akar tanaman dengan serasah (mulsa).

Menurut perkembangan gejala tersebut dapat dibagi 3 tingkatan:
a. Tingkat I : Belum terlihat gejala pada tajuk, tetapi pada leher akar
sudah terdapat rhizomorf.
b. Tingkat II : Sudah terlihat gejala pada tajuk, kulit akar sebagian kecil
telah membusuk.
c. Tingkat III : Tajuk mulai menipis, kulit dan kayu akar sebagian besar
mulai membusuk.
d. Tingkat IV : Tanaman mati, akar membusuk
Pengendalian : Pada areal baru (pembukaan lahan baru) dilakukan rangkaian tindakan sebagai berikut: Eradikasi akar- akar tanaman yang berkayu, penanaman bibit yang sehat dan perlakuan tanaman/bibit dengan biofungisida. Sedang pada areal pertanaman dilakukan rangkaian tindakan sebagai berikut: perbaikan kultur teknis, pengamatan/pemantauan secara dini, pemotongan/sanitasi akar sakit, perlakuan biofungisida/hayati dan perlakuan fungisida/kimiawi
                          Tanaman jambu mete yang terserang Jamur Akar Putih        




2. Bercak Daun (Anthracnosa)
                                                                                                                     




                        Gambar. Tanaman jambu yang terserang penyakit bercak daun

Penyakit bercak daun disebabkan oleh Colletotrichum gloeosporioides Penyakit ini juga dapat menimbulkan mati pucuk (die back), selain itu juga menyerang daun muda (bercak daun), bunga, buah dan biji. Gejala penyakit :pada awalnya terlihat berair berwarna merah kecoklatan dengan halo (lingkaran keliling) warna kuning disekitar bercak yang akan terus meluas dan bagian yang terserang menjadi berbintik kecil-kecil. Daun yang muda akan mengerut, biji dan buah akan lapuk dan keriput, bunga menjadi hitam dan gugur. Kematian pucuk yang berlangsung terus menerus selama beberapa tahun mengakibatkan gejala kerdil dan akhirnya tanaman mati.
Pengendalian dapat dilakukan dengan tindakan kultur teknis dan penyemprotan fungisida. Cara kultur teknis yaitu dengan cara mengurangi kelembaban udara di kebun, pemupukan yang optimal dan pangkasan sanitasi, Penyemprotan fungisida yang berbahan aktif zinc.

III. PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan pembahasan dan beberapa uraian diatas  dapat disimpulkan bahwa:

1.   Jambu mete (Anacardium occidentale L) merupakan salah satu tanaman perkebunan yang bernilai ekonomi tinggi dan sebagai sumber devisa. Tanaman jambu mete (Anacardium occidentale L.) merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis yang dapat meningkatkan pendapatan petani terutama di lahan-lahan marginal yang banyak terdapat di Kawasan Indonesia Timur seperti NTB, NTT, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Maluku dan Bali.
2.   Jenis hama yang menyerang tanaman jambu mete diantaranya: wereng pucuk (Sanurus indecora) dan kepik penghisap (Helopeltis antonii).
3. Jenis penyakit yang menyerang tanaman jambu mete diantaranya: penyakit jamur akar putih (JAP) disebabkan oleh Rigidoporus lignosus dan bercak daun (Anthracnosa) yang disebabkan oleh Colletotrichum gloeosporioides.






DAFTAR PUSTAKA
Amir, A.M., E. Karmawati dan Hadad EA. 2004. Evaluasi ketahanan beberapa aksesi jambu mete (Anacardium occidentale L.) terhadap hama Helopeltis antonii Sign (Hemiptera: Miridae). Jurnal Penelitian Tanaman lndustri IV (10): 149-153.
Baihaki, A. 2004. Mengantisipasi Persaingan dalam Menuju Swasembada Varietas Unggul. Simposium Peripi 2004. Balittro, 5-7 Agustus. 17 hal.
Ditjenbun, 2007. Statistik Perkebunan Indonesia 2006. Jambu mente. Ditjenbun Jakarta.52 hal. Diperta Kabupaten Muna, 2009).
Indrawanto, C, E. Mujono, R. Zaubin dan I. Sriwulan. 2005. Perspektif perkembangan pemasarana dan pasca panen jambu mente. Warta Litbang tan industri. Puslitbangbun. Bogor :12-14
Mardiningsih, T.L., I.M. Trisawa, A.M. Amir, I.G.N.R. Purnayasa, C. Sukmana, T.E. Wahyono dan E. Sugandi, 2004. Bioekologi dan pengaruh serangan Sanurus indecora terhadap kehilangan hasil jambu mete. Laporan hasil penelitian tahun anggaran 2003. Jurnal Penelitian Tanaman Industri 10 (3): 112 – 117.

Mataram. 52 p.Karmawati, E & T.L. Mardiningsih. 2005. Hama Helopeltis Pada Jambu Mete dan Pengendaliannya. Perkebunan Teknologi Tanaman Rempah dan Obat. http://Budidaya-Desa.blogspot.com/2014/09/Hama-Penyakit-Jambu-Mete.Html. Diakses pada tanggal 6 Oktober 2014.

Rahardjo, S., H. Haryanto, S. Sugiono, Dan G.N.R. Purnayasa, 2004. Monitoring Suksesi Berikut Urutan Dominasi Hama Utama Mete dan MusuhAlami sebagai Dasar Pelaksanaan Pengendalian Hama di NTB. Laporan Penelitian, Universitas

Siswanto, E.A. Wikardi, Wiratno dan E. Karmawati. 2006. Identifikasi wereng pucuk jambu mete, Sanurus indecora dan beberapa aspek biologinya. Jurnal Littri 9 (4) : 157 – 161.

Soebandrijo, 2003. Pengendalian hama terpadu dan prospeknya terhadap produksi dan pendapatan petani kapas. Bahan Orasi Pengukuhan Ahli Peneliti Utama. Badan Litbang Pertanian. 69 hal.

SUPENO, B. 2004b. Parasitoid yang berasosiasi dengan wereng jambu mete (Sanurus indecora Jacobi) di perkebunan jambu mete Lombok Utara. Agroteksos, Juli 2004. 14(2).




 __Salam kehidupan__
006_Generations